Hilang Akal

Sepi.

Bising, matamu menatap nanar lurus kedepan.

Tatapan kosong.

Mimpi-mimpimu, segala harapan, dan niat baik, membeku sejenak. Angan seketika terlihat jauh.

Suara lengkingan itu,

Tepat didepanmu.

Semakin menjadi-jadi, semakin keras.

Bising.

Hatimu sudah kebal. Kamu tak lagi hujan.

Namun lihatlah, sekarang keadaanmu. Kering.

Berlindung dari angin, agar tak terbang melayang tanpa arah.

Kamu tetap manusia, kamu harus ‘hidup’ selagi hidup.

Keluar sejenak.

Kau ambil kertas putih untuk menulis.

Namun kali ini, tanganmu diam.

Melongo, sekali lagi.

Bising itu, sudah menghantammu berkali-kali. Berkali-kali pula, batu permata itu terlindungi.

Dentuman itu, terngiang dibenakmu.

Jika iman hilang, bisa saja kamu jadi hilang akal.

Seluas samudra.

Beyond the ocean.

Sabarmu harus tak terbatas. Sabar yang tak terbatas. Sabar yang tak terukur.

Boleh ku katakan sesuatu?

Aku minta tolong, untuk sabar.

Sabarmu, bisa menolongku, menolong orang lain untuk tak hilang akal.

Lihat.

Walaupun kamu tak melihat,

Bukan berarti aku tak belajar.

Kering.

Hiduplah,

Kalau kamu butuh hujan,

Cari aku disini, rimba atau samudra.

Hujanlah,

Kembalikan hidupmu.

Walau saat ini,

Tatapanmu masih nanar.

 

Ditulis oleh : Alia Mutia Mayanda

 

Published by White Daisy

Ini adalah langit aksaraku. Langit Venus.

Leave a comment